Jumat, 09 Mei 2014

"Hakikat Kebaikan dan Kebahagiaan"

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Mungkin akan sedikit singkat dari beberapa tulisan sebelumnya karena saya sendiri masih belum mempunyai ilmu dan keterampilan yg cukup untuk menyampaikan ilmu yg bermanfaat yg saya tahu dan yg patut saya bagi.
Saya akan langsung saja pada point tulisan saya kali ini. 
Sesungguhnya, hakikat kebaikan dan keburukan, juga kebahagiaan dan ketidakbahagiaan sudah menjadi tema yg sangat klasik bagi saya atau mungkin bagi kalian pembaca (barang kali ada yg baca) maksudnya sudah klasik itu yaa kita sering mengartikan hakikat dari kebaikan dan kebahagiaan. Para filsuf baik islam atau non-islam, telah lama membicarakannya. Perbedaan klasik dari masalah ini adalah pernyataan yg saya buat seperti dibawah ini.

Akhir-akhir ini saya sedang mengungkit perbandingan dan penjelasan dari beberapa kutipan kalimat yg dilantukan oleh kedua Filsuf yunani kuno, yaitu Plato dan Aristoteles.
Kalimatnya sebagai berikut. Plato : “Plato meyakini bahwa tidak mungkin manusia akan mencapai kebahagiaan didunia ini, sebab kebahagiaan berhubungan dengan dimensi jiwa dan roh.“ Jiwa dan roh akan berbahagia hanya apabila jasad termatikan. Singkatnya, manusia akan mencapai kebahagiaan apabila ia telah mati. Namun sebaliknya kalimat dari Aristoteles : “bahwa kebahagiaan tidak akan bisa dicapai di dunia ini.”  Baginya, kebahagiaan tetap akan bisa dicapai apabila manusia itu sendiri bisa bersungguh-sungguh, ikhlas, konsisten, dan benar-benar berupaya mencapainya.
Saya pribadi agak kurang mengerti dengan dua penjelasan dari kedua filsuf yunani ini, karena sebelum saya menemukan 2 kalimat ini saya pernah membaca suatu buku yg menjelaskan tentang hakikat kebahagiaan dan kebaikan yg bersumber dari para filsuf islam. Saya memuat materi ini karna saya juga ingin berbagi saling belajar bagaimana memahami hakikat kebikan dan kebahagiaan.
kedua pernyataan yg dilantukan oleh kedua filsuf yunani ini ternyata sangat berbeda dengan pernyataan tentang kebahagiaan dari agama kita atau dari dhin kita Islam.

Menurut buku yg saya baca tentang kebahagiaan yg bersumber dari beberapa filsuf muslim kebahagiaan itu terdiri dari dua macam : yakni kebahagiaan yang dapat dicapai di dunia dan kebahagiaan yang harus dicapai di akhirat.

Filsuf muslim tidak mutlak seperti Plato yang memustahilkan kebahagiaan di dunia. Pun, tidak mutlak seperti Aristoteles yg hampir-hampir menihilkan kebahagiaan di akhirat. Hanya saja, menurut pandangan islam kebahagiaan akhirat lebih di utamakan.
Lantas, apa sebenarnya kebahagiaan itu ? apa pula kebaikan itu ? lalu apa ketidakbahagiaan dan apa pula ketidakbaikan ?
Selanjutnya, untuk masalah ini saya mengkutip atau merujuk kepada pemahaman ibnu miskawih dalam bukunya untuk mengurai kebahagiaan dan kebaikan ini.

Katanya,
Kebaikan adalah tujuan tiap sesuatu. Dan ia merupakan tujuan akhir. Tentu saja, tujuan tersebut merupakan tujuan yg bermanfaat. Bukan tujuan yg tidak bermanfaat. Dan proses untuk mencapai tujuan yg bermanfaat adalah termasuk dari definisi kebaikan.
Nah saya mengkutip. Jika demikian, ketidakbaikan – sebagai lawan dari kebaikan – berarti tujuan setiap sesuatu dimana tujuan tersebut tidak bermanfaat atau bahkan menimbulkan kerusakan atau (mafsadat). Proses untuk mencapai tujuan yg tidak bermanfaat (merusak) juga masuk dalam kategori ketidakbaikan.
Kemudian kutipan yg saya ambil selanjutnya adalah, para filsuf muslim biasanya membagi kebaikan menjadi empat :
-          Kebaikan mulia, yakni kebaikan yg kemuliaannya berasal dari esensinya serta membuat orang yang mendapatkannya manjadi mulia.
-          Kebaikan terpuji, yakni kebajikan dan tindakan sukarela yg positif.
-          Kebaikan potensial, yakni kesiapan-kesiapan untuk mencapai kebaikan mulia dan kebaikan terpuji.
-          Kebaikan yg bermanfaat, yakni kebaikan yg dicapai untuk mendapatkan manfaat-manfaat lain.
Menurut saya, mengerjakan sholat dengan khusyu adalah termasuk kebaikan yg mulia. Karena jelas kemuliaannya yg didapat dari Allah Swt. Kemudian, Menolong orang yg sedang susah adalah kebaikan yg terpuji. Selanjutnya, Keinginan untuk sholat lebih khusyu atau menolong orang lain dengan ikhlas adalah kebaikan potensial. Yg terakhir,  Bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan upah dan demi menghidupi keluarga adalah kebaikan yg bermanfaat.
Dan yg saya ketahui atas dasar dari beberapa filsuf mulism biasanya, kebaikan juga bisa dipahami dalam dua kualitas. Yakni kebaikan sempurna dan kebaikan tidak sempurna. Kebaikan sempurna disebut dengan kebahagiaan sempurna dan kebaikan tidak sempurna disebut sebagai “kebahagiaan antara” contohnya Harta dan Kesakitan.

Kemudian. Selain itu, kebaikan difahami dalam dua konteks, yakni kebaikan sebagai tujuan dan kebaikan sebagai tujuan (mencari ilmu, olahraga agar sehat dan yg lainnya).

Sebagaimana disebutkan diatas, kebahagiaan merupakan kesempurnaan dan akhir dari setiap kebaikan. Perlu kita ingat bahwa sesuatu dikatakan sempurna apabila setelah sesuatu tersebut dicapai, maka orang yg mencapainya tidak menginginkan sesuatu yg lain. Ketika seorang hamba sudah benar-benar mendekati dan berada dekat dengan Allah, lalu ia merasa tidak ada lagi yg ia butuhkan selain Allah, maka ia telah mencapai kebahagiaan yg sempurna atau ia telah mencapai tujuan akhir. Subhanallah..

Dengan cara demikian ini, tentu saja kita akan menjadi sedikit lebih mudah memahami hakikat ketidakbahagiaan dan ketidakbaikan.

Perlu saya ingatkan lagi bahwa, hakikat kebaikan dan kebahagiaan seperti ini merupakan hakikat hidup di dunia ini. Kita tidak sedang membicarakan tentang kebaikan dan kebahagiaan yg relative atau kebanyakan. Kita juga tidak sedang menbicarakan para turis amerika yg dating ke Bali dan berjemur dipantai kuta dengan memakai bikini dan ia merasa senang dan bahagia. Dan, menurut mereka hal tersebut adalah tindakan yg baik dan bermanfaat. Kita juga sedang tidak mendefinisikan kebaikan layaknya seorang pejabat yg benar-benar kepepet lalu nekat korupsi untuk mencapai kebaikan dan kebahagiaan hidup dalam keluarganya. Dalam pandangan hakikat kebahagiaan dan kebaikan, hal-hal tersebut merupakan ketidakbaikan dan ketidakbahagiaan sekaligus merupakan sikap dan tindakan yg sia-sia. Merusak juga sesat.

Demikian mungkin yg bisa saya bagi, kemudian kembali saya ingatkan bahwa kebaikan dan kebahagiaan hidup di akhirat, dalam pandangan islam, tentu saja lebih afdhal dari pada kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia. Kemudian yg ideal, tentu saja seseorang yg dapat mencapai kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia dan sekaligus di akhirat.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi ukhuwah islamiah yg mau membacanya sekalian.
Terimakasih atas perhatiannya.
Alhamdulillahirabbil alaamiin..
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..